TAFSIR DENGAN METODE TAHLILI SURAH AL-BAQARAH AYAT 190-195


TAFSIR 
SURAH AL-BAQARAH AYAT 190-195
Oleh : kelompok 8
Anggota:
Aminatul Munawaroh, Hani Rifaah, Himmatul Husna, Ida Husain, Lathifatul Masula

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (191) فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (192) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ (193) الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (194) وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (195

190. dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
191. dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah[117] itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir.
192. kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
193. dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
194. bulan Haram dengan bulan haram[118], dan pada sesuatu yang patut dihormati[119], Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
195. dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

PEMBAHASAN MUFRODAT
Dalam kitab maqayisul lughoh التَّهْلُكَةِ yang berasal kata halaka itu menunjukkan makna kemerosotan atau jatuh.
Sedangkan didalam tafsir depag kata التَّهْلُكَةِ ini dijelaskan dari bentuk masdarnya yaknihalaka-yahliku-halkan-tahlukatan-halukanartinya: sesuatu yang membawa kepada kebinasaan, kehancuran,kematian. Sehingga mempunya beberpa kemungkinan arti :
< !--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Larangan membunuh
< !--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Larangan enggan ber infaq
< !--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Larangn meninggalkan jihad
الحرما ت – Al hurumat : Didalam Tafsir al-Maraghi bentuk tunggalnya حرمة(hurmah). Artinya sesuatu yang harus dihormati dan dilestarikan.
القصاص – Al-Qisas : balasan yang setimpal.
القاء الشيء : membuang dengan sengaja. Kemudian dipakai untuk pengertian membuang secara umum.
سبيل الله :Jalan kebaikan dan kebajikan yang menyebabkan kuatnya Agama Allah, seperti jihad melawan musuh dan silaturrahmi.

I’ROB AYAT
Dalam kitab I’robul qur’an ayat 195, ) وَأَنْفِقُواlafadh wawuini adalah wau isti’nafiyah dan jumlah ista’nifa bermakna perintah untuk berjihad, setelah perintah bisa berjihad dengan dirinya sendiri dan lafadh وَأَنْفِقُوا berkedudukan sebagai fi’il ‘amrmabni ‘ala khatfumun (fi’il ‘amr yang membuang huruf nun), dan wawu pada lafadhوَأَنْفِقُواberkedudukan sebagai fa’il.
Sedangkan lafadh فِي سَبِيلِ اللَّهِberkedudukan sebagai jer majrur yang bergatung dengan lafadh وَأَنْفِقُوا,وَلَا تُلْقُوا wawu berkedudukan sebagai wawu ‘athof sedangkanlafadh“lam”berkedudukan sebagai “lam nahi” atau larangan dan lafadh تُلْقُوا berkedudukan sebagai fi’il mudhori’ yang dijazmkan dengan lam dan wawu pada lafadh تُلْقُوا berkedudukan menjadi fa’il.
بِأَيْدِيكُمْ ba’ berkedudukan sebagai ba’ tambahan,dikarenakan bergantung pada fi’il muta’adi dengan sendirinya, dan ada yang berpendapat lafadh tersebut berkedudukan sebagaimaf’ul tsani yang dibuang takdirnya وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ.
إِلَى التَّهْلُكَةِ berkedudukan sebagai jer majrur yang bergantung kepada lafadh تُلْقُوا, وَأَحْسِنُوا wawu berkedudukan sebagai a’thof dan lafadh akhsinu berkedudukan sebagai fi’il ‘amr dan fa’il.
Lafadh إِنَّ اللَّهَ inna dan saudara-saudaranya berfungsi menashobkan isim dan merofa’kankhobar.
يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ, yuhibbu berkedudukan sebagai fi’lun mudhori’ danfa’il yang mustatir atau yang tersimpan dan yuhibbu muhsinina juga berkedudukan sebagai maf’ul bih, dan jumlah juga berkedudukan sebagai khobarny ainna.
I’robnya adalah jer dan majrur yang bergantung pada lafadh وَقَاتِلُوا, الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ yang berkedudukan sebagai isim maushul dan maf’ul bih dan jumlah dari lafadh يُقَاتِلُونَكُمْ sebagaisillah.
وَلَا تَعْتَدُوا Dan, wawu harfu ‘athofdan ‘alam atau lam itu adalah lam nahi yang bermakna“larangan”
Ayat الحرما ت pada ayat ke 194, berkedudukan menjadi mubtada’ dan khabarnya adalah pada lafadz قصاص,sedangkan pada lafadz والتقوا الله pada ayat ini termasuk jumlah isti’nafiyah. Dan lafadz والتقواadalah fi’il amr mabni dengan membuang huruf nun. Dan الواو berkedudukan menjadi fa’il dan lafadz jalalah berkedudukan sebagai maf’ul bih .

Asbabun Nuzul
Dalam kitab Asy’arawi pada ayat 190 bab ayat ini turun yaitu bermula pada saat Nabi Muhammad dan sekeluarga sangat rindu mengunjungi Masjidil Haram untuk melaksanakan ibadah umrah, maka pada tahun 6 Hijriyah Nabi dan para sahabatnya berangkat. Sesampainya di Hudaibiyah mereka dihadang oleh orang Quraisy untuk tidak memasuki kota Makkah. Padahal jarak untuk sampai kota Makkah tinggal beberapa mil. Kemudaian Nabi dan rombongan para sahabat berunding dengan orang-orang Quraisy yang menghadangnya. Perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan umat Islam boleh melakukan umrah pada tahun depannnya (7 Hijriyah). Namun sebagian sahabat kecewa dengan kesepakatan Nabi tersebut karena mereka sangat rindu pergi ke Masjidil Haram untuk melaksanakan umrah dan ingin bertahallul dengan memangkas rambut mereka. Kemudian setelah satu tahun berlalu dan Nabi serta beberapa sahabat kembali berangkat umrah ke Masjidil Haram maka turun ayat ini untuk menenangkan jiwa umat Islam yang pernah kecewa karena gagal berangkat umrah pada tahun sebelumnya. Namun disamping itu umat Islam takut seandainya orang-orang kafir Quraisy melanggar perjanjian dengan mereka. Oleh karena itu jika perjajnjian itu dilanggar, Allah mengizinkan umat Islam memerangi orang kafir meskipun di tanah haram dan di bulan haram. Maka kemudian turun ayat tersebut.
Sedangkan pada kitab Asbabun Nuzul Pada ayat 195 ayat ini menjelaskan Allah menegur sebagaian umat Islam yang tidak ikut berjihad dan mulai tampak enggan berinfak untuk biyaya jihad. Mereka merasa Islam sudah cukup kuat dan banyak pengikutnya. Mereka ingin tinggal dirumah untuk mengurus keluarga dan harta mereka.

BALAGHAH
Pada ayat ini, mengandung majaz mursal. Majaz mursal adalah majaz yang pertalian antara makna asli dan makna majasnya bukan muyabahah (penyerupaan / kemiripan). Dalam ayat ini yang menjelaskan majaz mursal adalah lafadz الايدى mengandung makna majaz dari lafadz الانفس.Karena pada dasarnya Manusia dalam melakukan kebaikan dan kejelekan tergantung kepada jiwa yang ada pada dirinya. Sehingga bisa dikatakan pergerakan manusia dalam peperangan (menghancurkan kaum lain) tergantung الانفس, dari sini dipaparkan majaz mursal bergantung kepada juz’iyyat, dari dengan الانفسtangan akan bergerak untuk melakukan pergerakan, dari tangan merupakan sebab dari kehancuran (kekerasan).
MUNASABAH AYAT
Dalam Tafsir depag dipaparkan, pada ayat 189 telah diterangkan bahwa hikmah perubahan bentuk bulan, adalah untuk menentukan waktu bagi manusia dalam melaksanakan ibadah dan urusan kehidupannya terutama yang berhubungan dengan waktu haji, waktunya ditetapkan pada bulan syawal, zulkaidah dan zulhijjah. Pada bulan- bulan itu menurut tradisi masyarakat jahiliyah dilarang berperang. Pada ayat ini kaum muslimin diizinkan berperang ( sekalipun didalam bulan haram) jika mereka diserang musuh, dengan ketentuan bahwa berperang itu adalah untuk membela dan mempertahankan agama Allah.
PENDEKATAN KAIDAH TAFSIR
Ayat ini adalah ayat Madaniyah yang termasuk ayat- ayat pertama yang memerintahkan kaum Muslimin untuk memerangi orang- orang musyrik, apabila kaum muslimin mendapat serangan yang mendadak, meskipun serangan itu terjadi pada bulan- bulan haram, yaitu pada bulan Rajab, zulkaidah, zulhijah, dan muharam.
Dalam pendekatan kaidah tafsir, ayat ini ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir al-qur’an bil Al-sunnah, dalam buku kaidah tafsir karya prof. Tib terjemahan dari kitab qawaid tafsir jam’an wa dirasat memaprkan bahwa sunnah diperlukan da;lam menafsirkan al-Qur’an, karena Sunnah berfungsi sebagai penjelas dn penerang al-Qur’an.Didalam al-Qur’an tidak disebutkan lafadz “qital” (perang) dan “jihad” itu melainkan selalu diiringi dengan kata- kata“fisabilillah” (dijalan Allah), itu menunjukkan bahwa tujuan akhir dari pada perang dan jihad adalah tujuan terakhir dari pada perang dan jihad adalah tujuan terakhir dari pada perang dan jnihad adalah tujuan suci yaitu dengan meninggikan kalimatullah, bukan kekuasaan, ghanimah atau pamer keberanian atau kesombongan dimuka bumi. Tujuan yang suci lagi mulia itu dijelaskan olen Nabi SAW :
Barangsiapa berperang agar kalimatullah menjadi tinggi maka dia itusabilillah(H.R. Bukhari-muslim)
Pendekatan al-Quran bil ijtihad shahabat, yakni sebagaian ulama’ berpendapat : “Aku tidak mendapatkan masdar dalam bahasa Arab yang berwazan “taf’ulah” melainkan dalam ayat : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan”. Dalam hal ini Az-Zamakhsyari dalam kitabnya al-kasyaf berpendapat “ boleh jadi asalnya “tahlikah” seperti tajribah dan tabshirah, karena dimasdar dari halaka, lalu harakat kasrahnya diganti dhommah sehingga menjadi“tahlukah”.
KANDUNGAN AYAT DAN TAFSIRNYA
Pada zaman jahiliyah, bulan- bulan tersebut dianggap bulan larangan berperang. Larangan itu oleh Islam diakui, tetapi karena orang- orang musyrik melanggarnya terlebih dahulu, maka Allah SWT mengizinkan kaum Muslimin membalas serangan mereka.
Dalam ayat 190, Allah memerintahkan agar kaum Muslimin memerangi kaum musyrik yang memerangi mereka. Peperangan itu hendaklah bertujuan fisabilillah (untuk meninggikan kalimah Allah dan menegakkan agama-Nya). Dalam perang suci ini orang mukmin dilarang melanggar berbagai ketentuan, seperti membunuh anak- anak, wanita yang tidak ikut berperang, orang yang telah menyerah kalah dan para pendeta, karena Allah tidak menyukai orang- orang yang melampaui batas.
Dalam ayat 191 dan 192, orang mukmin diperintahkan memerangi orang musyrik yang memerangi mereka dimana saja dijumpai, baik ditanah halal maupun ditanah haram (mekah dan sekitarnya). Dasarnya Mekah dan sekitarnya menjadi tanah Haram.
Dalam ayat 193, orang – orang mukmin diperintah agar tetap memerangi kaum musyrikin yang memerangi mereka sehingga mereka tidak mempunyai kekuatan lagi untuk menganiyaya kaum muslimin dan merintangi mereka dalam melaksanakan perintah Agamanya, sehingga Agama Islam dapat dijalankan sepenuhnya oleh setiap Muslimin dengan tulus ikhlas, bebas dari ketakutan, gangguan dan tekanan. Menurut Quraish Syihab dalam tafsir al- misbah yang dimaksud kata “mereka” adalah mereka secara umum melakukan agresi terhadap kaum muslimin, kata fitnah berarti segala bentuk ketidakadilan, baik penganiyayaan fisik, maupun kebebasan beragama, karena hal itu merupakan salah satu bentuk permusuhan. Nah, jika mereka berhenti dari memusuhi kamu, maka tidak ada permusuhan lagi, baik dari kaum muslimin maupun dari Allah, kecuali terhadap orang- orang dzalim. Orang- orang dzalim dalam ayat ini mencakup orang- orang kafir yang terus melakukan agresi, dan juga kaum muslimn yang melanggar tuntunan penghentian permusuhan itu. Dan jika itu terjadi, Allah akan membiarkan mereka dilanda agresi dan permusuhan melalui makhluk atau manusia lain. Setelah mengizinkan peperangan disemua tempat walaupun dimasjid al haram, dan dibulan haram, ayat selanjutnya menjelaskan mengapa demikian.
Pada ayat 194, dalam tafsir depag memaparkan apabila kaum musyrikin menyerang kaum muslimin pada bulan haram, maka kaum muslimin dibolehkan membalas serangan itu pada bulan haram, maka kaum musimin mendapat serangan dari kaum musyrikin pada ‘umratul qada’, karena ayat ini dengan tegas telah membolehkan kaum muslimin mengadakan balasan, meskipun pada bulan haram. Imam syafi’I pendapat yang dinukil di kitab tafsir al-misbah, memaparkan perlunya persamaan penuh antara agresi yang mereka lakukan dan pembalasan yang patut mereka dapatkan. Persamaan penuh itu bukan saja dipahami dari perintah Allah melakukan balasan dengan menamainya agresi agar sesuai dengan agresi mereka, tetapi juga dari penambahan huruf (ba’) yang dibaca bi pada kata “bi mitsli”. Ini mengantar beliau berpendapat bahwa cara pembalasan dalam pembunuhan demikian juga alatnya harus sepenuhnya sama , dengan cara dan alat pembunuhan yang dilakukan oleh terpidana . Ulama lain hanya mempersamakan dalam nilai. Pembunuhan menghilangkan nyawa, dan dengan cara apapun yang mengakibatkan nyawa tercabut. Ayat ni diakhiri dengan pesan“bertawakallah kepada Allah” dalam arti berhati- hatilah jangan sampai siksa dan atau sanksi Allah menimpa kamu, karena itu jangan sampai kamu melampaui batas dalam membalas. Peringatan ini perlu karena boleh jadi ada yang menduka bahwa pembalasan terhadap mereka harus lebih berat karena kesalahan mereka bukan hanya menyangkut seseorang, tetapi kelompok. Selanjutnya perlu diingatkan bahwa pintu pemaafan bagi yang bertaubat walaupun telah melakukan kesalahan dan penganiyayaan tetap harus terbuka, dan hendaklah semua mengatahui “bahwa Allah bersama orang- orang yang bertaqwa” dengan dukungan bimbingan dan anugerah-Nya.
Pada ayat 195, dalam tafsir depag memaparkan orang mukmin diperintahkan membelanjakan harta kekayaannya untuk berjihad fisabilillah dan dilarang menjatuhkan dirinya kedalam jurang kebinasaan karena kebakhilannya. Jika suatu kaum menghadapi peperangan sedangkan mereka kikir, tidak mau membiyayai peperangan itu, maka perbuatannya itu berarti membinasakan diri mereka. Menghadi jihad dengan tidak ada persiapan serta persediaan yang lengkap dan berjihad bersama- sama dengan orang- orang yang lemah iman dan kemuannya, niscaya akan membawa kepada kebinasaan. Dalam hal infaq fisabilillah orang harus mempunyai niat baik, agar dengan demikian ia akan selalu memperoleh pertolongan Allah.
KANDUNGAN ISTINBATH HUKUM
Dalam kitab ruwa’iul bayan, tidak ada perbedaan pendapat dikalangan Ulama’, bahwa perang sebelum hijrah, adalah dilarang berdasarkan nash- nash yang banyak sekali dalam al-Qur’anul karim, diantaranya yaitu firman Allah “maafkanah mereka dan biarkanlah mereka” (Qs. 5 : 13). Dan firman-Nya “dan jika mereka berpaling maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan (ayat- ayat Allah)” (Qs.3 : 20) dan firman-Nya “dan apabila orang- orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata- kata (yang mengandung) keselamatan “(Qs.25 :63) dan masih banyak lagi ayat- ayat yang senada dengan itu, yang menunjukkan bahwa orang- orang mukmin (dalam periode tersebut) dilarang memerangi musuh- musuh mereka. Dan ada nash yang tegas melarang perang, yaitu kepada mereka , tahanlah tanganmu . Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Setelah diwajibkan kepada mereka berperang , tiba- tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh) : (QS, 4:77)
Dan hikmah dilarang berperang pada permulaan berda’wah , yakni :
< !--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Bahwa sesungguhnya kaum Muslimin di Makkah, pada saat itu , adalah sangat sedikit . Mereka terkurung disana tanpa memiliki daya dan kekuatan, kalau seandainya terjadi peperangan diantara mereka dan kaum musyrikin , tentu akan punahlah mereka, maka Allah menghendaki memperbanyak jumlah mereka dan menjadikan mereka mempunyai penolong- penolong dan pembantu- pembantu dan memancangkan sendi yang kokoh yang dilindungi kekuasaan , kemudian setelah mereka berhijrah ke- madinah al-munawarah, diizinkanlah berperang karena dipandang telah memiliki kekuatan, baik kualitas maupun kuantitas.
< !--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Bahwa tujuan larangan berperang adalah mendidik jiwa orang- orang mukmin agar tabah melaksanakan perintah, tunduk kepada pimpinan dan sabar menunggu izin.
< !--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Bahwa lingkungan banga Arab memiliki kesombongan dan suka perang , sedang kesabaran, kaum muslimin dalam menanggung derita padahal dikalangan mereka terdapat pahlawan- pahlawan yng gagah berani yang memiliki kemampuan yang luar biasa – cukuplah menggerakan hati mereka dengan islam, ini terbukti bahwa pengepungan di syi’ah, ketika kaum quraisy bersepakat memutuskan hubungan (boikot) dengan bani hasyim, maka memberontaklah jiwa- jiwa yang belum pecaya kepada Islam, yang masih dipengaruhi oleh sifat kesombongan dan suka perang. Sehingga mereka merobek-robek surat perjanjian yang telah disepakati kaum musyrikin itu dan berakhirlah pengepungan Syi’ib yng tercela itu.
Ulama’ salaf berbeda pendapat tentang ayat yang pertama diturunkan berkenaan dengan perintah perang Ibn Arabi berpendapat : “yang benar, bahwa ayat yang pertama diturunkan berkenaan dengan perintah perang yaitu ayat“diizinkan (berperang) bagi orang- orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiyaya. Dan sesungguhnya Allah, benar- benar Maha kuasa menolong mereka “.(QS. 22 : 39), kemudian turun ayat “dan perangilah dijalan Allah, orang- orang ang memerangi kamu”, sebab ayat “izin perang” adalah turun di mekkah, sedang ayat ini turun dimakkah.
Imam al-Qurtubi juga berpendapat, bahwa lafadz qaatala (bunuh- membunuh- perang), menurut lazimnya, tidak mungkin terjadi melainkan dari antara dua pihak. Dan terhadap perempuan, anak- anak dan sebangsanya , seperti pendeta, orang yang cacat dan orang buta, tidak boleh dibunuh. Demikian pesan yang pernah disampaikan Abu bakar Ash-Shidiq ketika melepas Yazid bin Abi Sofyan saat hendak berangkat kemedan perang di syiria, kecuali kalau memang memang membahayakan.

HIKMAH TASYRI’
Dalam kitab tafsir ruwa’iul bayan hikmah ini menjelaskan pertentangan / perlawanan antara yang haq dan yang bathil (dibumi) sudah berusia lama, sejak adanya kehidupan ini, tak akan pernah mereda apalagi berhenti atau lenyap sama sekali, sebelum penghuninya menghadap kehadirat-Nya.
Yang pasti, bahwa umat dimuka bumi ini, selalu ingin hidup bahagia dan mulia , maka dipersiapkanlah pelbagai bekal selengkapnya dan kekuatan ang dimilikinya serta segala faktor man power untuk jihad dan perang, karena nampaknya didunia ini tak aka nada kehidupan (yang aman) melainkan bagi yang memiliki kekuatan.
Islam adalah Agama Allah untuk kemanusiaan, ia sangat berambisi untuk mengajak manusia mengikuti petunjuk-Nya dan bahwasanya Islam adalah umat yang dipilih oleh Allah untuk meninggikan agama-Nya, menyampaikan wahyu-Nya, petunjuk-Nya dan cahaya ini kepada seluru umat manusia di segenap penjuru dunia.
Maka apabila ada sesorang yang berdiri melintang ditengah jalan tempat berlalunya da’wah serta berusaha merintanginya, maka tidak boleh tidak mesti harus diusir, dan bumi harus dibersihkan dari segala macam kejahatan, agar supaya hidayah illahi dapat sampai kepada umat manusia dan kalimah Allah menjadi tinggi, manusia merasa aman dengan segala kebebasannya dalam beragama dan beriman kepada Allah SWT, dan oleh karena itu maka disyariatkan perang untuk menolak adanya bahaya kedzaliman dan kehancuran setiap tindakan kejahatan dan sampainya kepada manusia dengan bebas dan tentram.
Tentu saja, tidak akan perangi melainkan penyeleweng yang melampaui batas, yang bermaksud memaksakan kehendaknya kepada suatu umat yang sewenang- wenang dan bermaksud menghalang- halangi agama Allah dengan tangan besi serta memfitnah kaum muslimin dengan pelbagai cara dan wasilah. Allah SWT berfirman “ Dan perangilah dijalan Allah , mereka yang memerangi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang melampaui batas “ (QS. 2 : 190)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MADZAB TAFSIR “Pengertian, wilayah kajian dan signifikansinya”

Tafsir al-Furqan karya Ahmad Hassan “Tafsir Indonesia”

Penulisan AL-Quran atau Rasm AL-Quran