Metode menyelesaikan hadits yang bertentangan di zaman sekarang ( MUKHTALIF AL-HADITS )

Metode Operasional Penyelesaian Mukhtalif Al-Hadits
Berdasarkan hasil peneilitian edi safri mengenai metode penyelesaian hadits-hadits mukhtalif menurut asy-syafi’i, ada tiga cara yang mesti dilakukan yakni penyelesaian dengan cara kompromi, nasaks,tarjih. Dimana ketiga cara tersebut dilakukan secara berurutan.
1.      Penyelesaian dengan cara kompromi
Yang di maksud dengan metode kompromi ini adalah menghilangkan pertentangan yang tampak (makna lahiriah) dengan cara menelusuri titik temu kandungan makna masing-masingnya sehingga maksud sebenarnya yang dituju oleh satu engan lainnya dapat dikompromikan.
Untuk menemukan benang merah antara kedua hadits yang bertentangan itu, dapat diselesaikan dengan empat cara ;
A.    Pemahaman dengan menggunakan pendekatan ushuliyah
Penyelesaian berdasarkan pemahaman dengan menggunakan pendekatan kaedah usul fiqih ialah memahami hadits nabi dengan memerhatikan dan mempedomani ketentuan-ketentuan ushul yang terkait yang telah dirumuskan oleh ulama usuliyyun. Yang menjadi objek kajian ilmu ushul fiqih ialah bagaimana mengistbatkan hukum dari dali syara’, baik al-quran maupun hadits. Diantara kaedah ushul yang terkait dalam hal ini adalah ‘am, khas, mutlaq, dan muqoyyad.
Menurut imam syafi’i pertentangan antara lafadz ‘am dan khasterjadi dengan 2 kemungkinan :
Pertama : salah satunya lebih khas dari pada yang lainya secara mutlak,
Kedua : keumuman dan kekhususan hanya terletak pada satu sisi saja. Apabila salah satunya lebih khas atau ‘am dari pada yang lainnya secara mutlak, maka lafadzkhas lebih diunggulkan dan diamalkan  dari pada lafadz ‘am demi untuk mengkrimomikan dua dalil. Oleh karrena itu, nash yang umum haruslah dipahami dengan keumumannya selama tidak ada nash lain yang mentakhsis kannya, apabila ada dalil yang mentakhsiskannya maka nash tersebut tidak lagi diberlakukan secara umum. demikian juga bagi nash yang mutlaq dengan yang muqoyyad.
Sebagai contoh hadits tentang mengambil upah dari jas berbekam :
Hadits pertama:
“ Telah mengabarkan kepada kami muhammad bin basyar dari muhammad, ia berkata : telah menceritakan kepada kami syu’bah dari al mughirah, ia berkata ; saya mendengaer ibnu abu nu’m, ia berkata : saya mendengar abu huraiarh berkata: raasululloh saw melarang dari usaha tukang bekam, menjual anjing serta penyewaan pejantan.
Hadits kedua:
“ Telah menceritakan kepada kami ishaq bin ibrahim telah mengabarkan kepada kami al walid bin muslim dari al auza’i dari yahya bin katsir telah menceritakan kepadaku ibrahim bin qoritz dari as saib bin yazid telah menceritakan kepadaku rafi’ bin khudaij dari rasululloh saw, beliau bersabda: hasil usaha jual beli anjing adalah buruk, hasil usaha pelacuran adalah buruk dan hasil usaha bekam juga buruk”
Dua hadits ini melarang mengambil upah dari jasa berbekam , namun ada hadits lain menyebutkan;
“Telah menceritakan kepada kami muhammad bin muqatil telah mengabarkan kepada kami abdulloh telah mengabarkan keppada kami humaid at thawil dari annas ra bahwa dia ditanya mengenai upah tukang bekam, dia menjawab; abu thaibah pernah membekam rasulloh saw, beliau memberinya dua sha’ makanan dan menyarankan supaya meringankan beban hamba sahaya nya, setelah beliau bersabda; sebaik-baik sesuatu yang kalian gunakan untuk oba adalah bekam dan terapi kayu gaharu : beliau juga bersabda dan janganlah kalian sakiti anak kalian dengan memasukkan jari kedalam mulut “
Hadits ini menunjukkan bahwa nabi saw pernah berbekam yang dilakukan oleh abu thaibah kemuadian ia diberi upah oleh nabi.
Hadist pertama dikeluarkan oleh nasa’i, hadits kedua dikeluarkan oleh imam muslim dan ketiga oleh imam bukhori. Diliat dari siisi redaksi antara pertama an kedua nampak salig bertentangan dengan hadits yang ketiga. Hadits yang pertama dan kedua menjelaskan adanya larangan mengambil keuntungan dari berbekam yang sekaligus menunjukan bahwa perbuatan tersebut haram. Para ulama mencoba memahami pertentangan tersebut dengan menggunakan pendekatan mutlaq dan muqoyyad. Haramnya kasb al-hajam merupakan suatu yang mutlaq, kemudian dibatasi oleh adanya qorinah untuk mengambil manfaat dari orang lain karena nabi melakukan qarinah menjadikan kasb al-hajam tidak lagi haram akan tetapi makruh.
B.     Pemahaman kontekstual
C.    Pemahaman korelatif
D.    Menggunakn cara ta’wil
2.      Penyelesaian dengan cara nasakh
3.      Penyelesaian dengan cara tarjih
4.      Penyelesaian dalam bentuk tanawu’ al-ibadah
Untuk  penjelasan pemahaman kontekstual beserta contohnya dan seterusnya akan saya jelaskan atau akan saya paparkan minggu depan. Jangan lupa untuk selalu update terus di blog saya dan komentar dibawah yaa..  atau share artikel saya semoga bermanfaat, berbagi ilmu itu indah J
Jangan berfikir dua kali untuk saling berbagi, karena kalau kita dasari dengan niat yang ikhlas akan menjadi amal tersendiri buat kalian hehe 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MADZAB TAFSIR “Pengertian, wilayah kajian dan signifikansinya”

Tafsir al-Furqan karya Ahmad Hassan “Tafsir Indonesia”

Penulisan AL-Quran atau Rasm AL-Quran