Dua Hadits Yang Dinilai Kontradiktif '' Ilmu Mukhtalif Al-Hasdits ''

MAKALAH
Dua Hadits Yang Dinilai Kontradiktif
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits”
Dosen Pengampu  :
Salamah Noorhidayati, M.Ag.
Description: H:\Logo IAINTA.jpg

Disusun Oleh  :
Moh.Fahmi Ilman Nafia                                    (2831133034)
Muhammad Ja’far Shodiq                                 (2831133035)
Muhammad Nizar Arif                                      (2831133036)
M. Ali Syaifulloh                                               (2831133037)

FAKULTAS      : USHULUDIN
JURUSAN         : Ilmu al-Quran dan Tafsir (B)
SEMESTER       : V

 

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG

OKTOBER 2015

KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb
Alhamdulillah, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat.segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan semesta alam atas segala berkat, rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Dua Hadits Yang Dinilai Kontradiktif”. Dalam penyusunannya penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.Bpk. Dr.Mafthukin, M.Ag.Selaku rektor IAIN  TULUNGAGUNG
2. Salamah Noorhidayati, M.Ag., selaku dosen pengampu matakuliah Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
3. Kedua orang tua kami yang mendukung penyusunan makalah ini
4. Serta teman-teman sekelas Ilmu al Qur’an dan TafsirB
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

  TULUNGAGUNG, 24 OKTOBER, 2015


PENYUSUN     


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................   i
DARTAR ISI...................................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................   1
A.     Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C.     Tujuan.............................................................................................................. 1
BAB II  PEMBAHASAN...............................................................................................   2
A. Dua Hadits Yang  Dinilai Bertolak Belakang Mengenai Imam Dalam Shalat   2
B. Dua Hadits Yang  Dinilai Bertolak Belakang Mengenai Kulit Bangkai..........   4
BAB III PENUTUP………………................................................................................   8
Kesimpulan............................................................................................................  8
DAFTAR PUSTAKA  

           




 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Salah satu sumber hukum utama sumber hukum agama Islam adalah hadits. Hadits adalh segala perkataan, perbuatan dan ketetapan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Peran Hadits disini adakalanya sebagai pejelas dari al-Qur’an, adakalanya sebagai penguat dari al-Qur’an. Akan tetapi adakalanya Hadits yang secara sekilas berbeda atau bahkan berlainan, baik dengan al-Qur’an maupun dengan Hadits yang lain. Nah, disini kiranaya perlu adanya perlu adanya suatu penelitian mengenai kasus tersebut dan dalam kesempatan ini kami ingin sedikit membahas tentang Hadits-Hadits yang dirasa berbeda atau bertentangan dengan Hadits yang lain.
B. Rumusan Masalah
            a. Bagaimana analisis hadits yang bertentangan mengenai imam dalam shalat?
            b.Bagaimana analisis hadits yang bertentangan mengenai kulit bangkai?
C. Tujuan Makalah
     Tujuan dari makalah ini adalah ingin sedikit membahas tentang hadis-hadis yang dirasa kontradiktif, serta mencoba untuk menemukan jalan tengah diantara kedua hadis yang kontradiktif tersebut.






BAB II
PEMBAHASAN
A. Dua Hadits Yang  Dinilai Bertolak Belakang Mengenai Imam Dalam Shalat
            Mereka (ahlul mutakallim) berkata : kalian meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ليؤمكم خياركم فاءنهم وفدكم الى الجنه وصلاتكم قرباتكم ولاتقدموا  بين ايديكم الاخياركم
Hendaklah yang menjadi imam orang yang terbaik diantara kalian, karena dia adalah utusan kalian ke surga, shalat kalian adalah pendekatan diri kalian kepada Allah, jangan kalian mendahului dihadapan kalian kecuali orang yang terbaik diantara kalian”(HR.Ar-Rabi’ bin Habib)
Hadits diatas bertentangan dengan hadist berikut ini:
صلوا خاف كل بر وفاجر, ولا بد من امام بر او فاجر
Shalatlah dibelakang setiap imam baik yang baik maupun yang faajir(sering berbuat maksiat), harus ada seorang imam baik ia baik maupun faajir”
Kedua hadits diatas dianggap berbeda dan bertolak belakang. Dimana hadits yang pertama menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang imam haruslah orang yang terbaik karena pada hakikatnya imam adalah orang yang menjadi utusan kalian ke surga dan karena shalat adalah merupakan usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, oleh karena itu dalam memilih seorang imam haruslah merupakan orang yang terbaik
Sedangkan hadits yang kedua menjelaskan bahwa shalatlah  kalian dibelakang imam baik orang tersebut orang yang baik atau orang yang faajir(orang yang sering berbuat maksiat), karena akan riskan apabila sekelompok orang tidak memiliki seorang pemimpin.
Kedua hadits tersebut secara sekilas berbeda bahkan terkesan bertentangan,akan tetapi bila kita cermati bersama kedua hadits tersebut memiliki titik penekanan yang berbeda. Hadits yang petama titik penekanannya pada pentingnya memilih imam shalat, karena shalat merupakan yang sangat penting dalam rangka mendekatkan diri kepda Allah, oleh karena itu imam shalat Haruslah memiliki bacaan yang baik, alim, memiliki umur yang lebih tua dll. Sedangkan hadits yang kedua titik penekanannya kepada pentingnya mempunyai seorang pemimpin karena suatu kelompok masyarakat akan tidak teratur karena tidak adanya seorang pemimpin yang berperan sebagai pengatur kehidupan sebuah kelompok masyarakat. Saking pentingnya figur seorang pemimpin, hadits yang kedua ini haruslah ada seorang pemimpin walaupun pemimpin tersebut adalah orang yang faajir (orang yang sering melakukan maksiat).
Menanggapi hadits tersebut, Abu Muhammad berpendapat bahwa tidak ada perbedaan dalam kedua hadits tersebut jika kita tempatkan kedua hadits tersebut pada tempatnya (konteksnya) masing-masing.
Adapun  mengenai sabda Nabi SAW,” Hendaklah yang menjadi imam orang yang terbaik diantara kalian, karena dia adalah utusan kalian ke surga, shalat kalian adalah pendekatan diri kalian kepada Allah, jangan kalian mendahului dihadapan kalian kecuali orang yang terbaik diantara kalian” yang dimaksud imam disini adalah imam shalat di masjid, kabilah atau tempat-tempat yang lain dan janganlah kalian mengajukan imam kecuali orang tersebut merupakan orang yang baik, bertakwa dan bagus bacaannya dan janganlah kalian majukan untuk menjadi imam orang yang jahat dan tidak bisa membaca (bacaanya tidak baik).
Sedangkan sabda Rasulullah, Shalatlah dibelakang setiap imam baik yang baik maupun yang faajir(sering berbuat maksiat), harus ada seorang imam baik ia baik maupun faajir” , sesungguhnya yang dimaksud dalam hadits ini adalah penguasa, yaitu sosok yang dapat mengumpulkan banyak orang dan memimpin mereka dalam perkumpulan dan hari-hari besar.
Hal yang dimaksud disini adalah janganlah kalian melarikan diri dan janganlah kalian mematahkan tongkat (memberontak) serta jangnlah kalian berpisah dari kelompok orang-orang muslim, sekalipun  ia seorang penguasa  yang jahat. Sesungguhnya suatu kawasan harus memiliki seorang pemimpin, baik pemimpin tersebut adalah orang baik atau orang jahat karena masyarakat tidak akanmenjadi baik dan tidak akan teratur urusan mereka kecuali dengan adanya sosok seorang pemimpin.
Hal ini senada dengan pendapat Hassan, “Manusia harus dicegah(Waz’ah)”. Hal yang dimaksud disini adalah penguasa yang dapat mencegah kedzaliman, kebatilan, pertumpahan darah serta merampas harta orang lain secara paksa.[1]
Adapun cara penyelesaian kedua hadits yang berbeda ini adalah dapat menggunakan metode kompromi, yakni metode yang menghilangkan pertentangan yang tampak (makna lahiriyahnya) dengan cara menelusuru titik temu kandungan makna masing-masing sehingga maksud sebenarnya yang dituju satu dengan yang lainnya dapat dikompromikan. Artinya mencari pemahaman yang tepat yang menunjukkan kesejalanan dan keterkaitan makna sehingga masing-masing dapat diamalkan sesuai dengan tuntutannya.[2] Sedangkan untuk menemukan benang merah antar kedua hadits ini bisa menggunakan cara pemahaman kontekstual yang dimaksud disini ialah memahami hadits Nabi dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang menjadi latarbelakang disampaikannya hadis, dengan memperhatikan asbab al-Wurud hadits tersebut. Dengan kata lain dengan memperhatikan konteks.
Jika asbab wurud al-hadis tidak diperhatikan, maka akan terjadi kekeliruan dalam memahami maksud yang dituju suatu hadis sehingga hal ini menimbulkan penilaian yang bertentangan antara satu hadis dengan yang lainnya. Oleh sebab itu mengapa konteks hadis menjadi hal yang sangat urgen dalam pemahaman hadis. Jika konteks suatu hadits diikutsertakan dalam memahami hadits mukhtalif, akan terlibat perbedaan konteks antara satu dengan yang lainnya sehingga pertentangan yang tampak secara lahiriyah dapat dihilangkan dan masing-masing hadis dapat diketahui arah pemahamannya.[3]
B. Dua Hadits Yang  Dinilai Bertolak Belakang Mengenai Kulit Bangkai
Mereka (ahlul mutakallim) berkata: kalian meriwayatkan hadits sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda:
ايما اها ب دبغ فقد طهر
“Kulit bangkai apa saja yang disamak, maka itu telah suci ”
Rasulullah SAW pernah melewati seekor kambing yang sudah mati, lalu beliau bersabda,
الا انتفعوا باءهابها
“Mengapa kalian tidak memanfaatkan kulitnya”.
Kemudian kalian meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,
لاتنتفعوا من الميتة باءهاب ولاعصب
Janganlah kalian memanfaatkan bangkai, baik kulit atau uratnya.”[4]
Kalau dilihat secara lahiriyah hadits hadits diatas saling bertolak belakang. Karena secara lahiriyah hadits yang pertama menjelaskan bahwa kulit yang sudah disamak itu telah suci dan boleh dimanfaatkan, sedangkan hadits yang kedua secara lahiriyah menjelaskan bahwa dilarang untuk memanfaatkan kulit atau uratnya.
Adapun menurut Abu Muhammad menyatakan bahwa tidak ada pertentangan dan perbedaan dalam hadits-hadits ini, karena Ihab (kulit) dalam bahasa Arab berarti kulit yang belum disamak, apabila ia telah disamak, maka hilang istilah ini.
Didalam suatu hadits dikatakan “sesungguhnya umar RA, masuk menemui Rasulullah SAW dan didalam kediaman beliau terdapat kulit yang berbau busuk.” Yang dimaksud adalah kulit yang berbau busuk yang belum disamak.
Aisyah berkata tentang ayahnya (Abu Bakar),”kepala-kepala”(hewan) kokoh diatas pundaknya dan menahan darah di dalam kulitnya, maksudnya didalam tubuhnya.
Kulit dari tubuh diistilahkan dengan ihab dan apabila kulit telah disamak, maka tidak diistilahkan dengan sesuatu dari tubuh.
Rasulullah SAW bersabda, “kulit apa saja yang disamak maka itu telah suci.” Kemudian beliau melewati seekor kambing yang sudah mati, lalu bersabda, Mengapa pemiknya tidak memanfaatkan kulitnya?”.
Maksudnya mengapa mereka tidak menyamak dan memanfaatkannya?. Kemudian sabda beliau ini ditulis dengan janganlah kalian memanfaatkan sesuatu dari bangkai baik kulit ataupun uratnya.maksudnya adalah janganlah kalian memanfaatkan kulit bangkai sampai ia disamak.
Hal tersebut ditunjukkan oleh sabda Nabi : ataupun uratnya, karena urat tidak dapat disamak karena ia beriringan dengan kulit sebelum disamak. Kalimat tersebut muncul untuk menjelaskan hadits.
Ibnu Uyainah meriwayatkan dari az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas sesungghnya Rasulullah SAW melewati seekor kambing milik hamba sahaya Maimunah lalu beliau bersabda , “Mengapa mereka tidak mengambil kulitnya lalu menyamaknya dan memanfaatkannya” [5]
Sedangkan penyelesaian dari kedua hadits ini yang terkesan bertentangan ini bisa menggunakan metode yang sama yang diterapkan dalam kasus hadis sebelumnya, yakni menggunakan metode kompromi yakni mencoba menghilangkan pertentangan yang tampak dengan cara menelusuri titik temu kandungan makna masing-masing hadits, dengan artian mencari pemahaman yang tepat yang menunjukkan kesejalanan dan keterkaitan makna sehingga kedua hadits tersebut bisa diamalkan sesuai dengan tuntutannya.
Sedangkan pemahaman yang dipakai bisa menggunakan pemahaman kontekstual. Dalam artian bahwa konteks hadits (asbabul wurud) diikutsertakan dalam memahami dua hadits yang kontradiktif.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits Nabi yang berbunyi Janganlah kalian memanfaatkan bangkai, baik kulit atau uratnya mempunyai artian bahwa kita dilarang untuk memanfaatkan bangkai, bankai dalam artian yang belum disamak dan apabila sudah disamak boleh dimanfaaatkan. Jadi hadits ini belaku apabila kulit bangkai tersebut memang belum disamak.
Sedangkan hadits nabi yang berbunyi Kulit bangkai apa saja yang disamak, maka itu telah suci ” dan hadits Nabi yang berbunyi Mengapa kalian tidak memanfaatkan kulitnya”.merupakan jawaban dari problem pada hadits yang pertama, bahwa kulit bangkai itu suci dan bisa dimanfaatkan dengan catatan apabila telah disamak.
Jadi kedua hadits yang secara lahiriyah berbeda tersebut pada hakikatnya tidak berbeda, akan tetapi konteks penerapannya saja yang berbeda, bahwan kedua hadita tersebut saling melengkapi.














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi pada dasarnya hadits-hadits nabi yang secara lahiriyah terlihat berbeda apabila ditelusuri lebih jauh tidak ada pertentangan yang terjadi dalam hadits-hadits tersebut. Hadits-hadits tersebut bisa terkesan berbeda terjadi karena beberapa faktor, salah diantaranya adalah berbedanya penerapan atau kontekstualisasi dari masing-masing hadits.














DAFTAR PUSTAKA

Imam Ibnu Qutaibah. Ta’wil Mukhtalaf Al-Hadits Versi Indonesia Ta’wil Hadits-Hadits Yang Dinilai Kontradiktif. Diterjemahkan oleh Team Foksa (Jakarta : Pustaka Azam, 2008)
Salamah Noorhidayati, Ilmu Mukhtalif Al-Hadits. (Tulungagung:STAIN Tulungagung Press, 2013)




[1] Imam Ibnu Qutaibah. Ta’wil Mukhtalaf Al-Hadits Versi Indonesia Ta’wil Hadits-Hadits Yang Dinilai Kontradiktif. Diterjemahkan oleh Team Foksa (Jakarta : Pustaka Azam, 2008) hal 256-257
[2] Salamah Noorhidayati, Ilmu Mukhtalif Al-Hadits. (Tulungagung:STAIN Tulungagung Press, 2013)
[3] Ibid hal 121

[4]  Imam Ibnu Qutaibah. Ta’wil Mukhtalaf Al-Hadits Versi Indonesia Ta’wil Hadits-Hadits Yang Dinilai Kontradiktif. Diterjemahkan oleh Team Foksa (Jakarta : Pustaka Azam, 2008) hal 292-293
[5] Ibid hal 294

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MADZAB TAFSIR “Pengertian, wilayah kajian dan signifikansinya”

Tafsir al-Furqan karya Ahmad Hassan “Tafsir Indonesia”

Penulisan AL-Quran atau Rasm AL-Quran