Kutub Musykil wa Mukhtalif " Manhaj Muhaditsin "
MAKALAH
Kutub Musykil wa Mukhtalif
Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
“Manhaj Muhadditsin”
Dosen Pengampu :
Moh. Rozi
Indrafuddin, Lc. M.Fil. I
FAKULTAS : USHULUDIN
JURUSAN : Ilmu al-Quran dan Tafsir (B)
SEMESTER: V
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
DESEMBER 2015
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr.Wb
Alhamdulillah, banyak nikmat yang Allah berikan,
tetapi sedikit sekali yang kita ingat.segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan
semesta alam atas segala berkat, rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Kutub Musykil Wa Mukhtalif”. Dalam penyusunannya penulis mendapat
banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.Bpk. Dr.Mafthukin, M.Ag.Selaku rektor IAIN TULUNGAGUNG
2.Moh. Rozi
Indrafuddin, Lc. M.Fil. I, selaku dosen pengampu matakuliah Manhaj Muhadditsin
3. Kedua orang tua kami yang mendukung penyusunan
makalah ini
4. Serta teman-teman sekelas Ilmu al Qur’an dan
TafsirB
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas
dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
lebih baik lagi.
Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
TULUNGAGUNG, 5 DESEMBER, 2015
PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DARTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
1
C. Tujuan Makalah................................................................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A. Pengertian musykil dan mukhtalif.................................................................... 2
B. Kutub Musykil Wa Mukhtalif.......................................................................... 3
C. Pengertian ilmu musykil wa
mukhtalif............................................................. 4
D. Faktor yang menyebabkan ikhtilaf dan cara menyelesaiannya......................... 6
BAB III PENUTUP………………................................................................................ 13
Kesimpulan............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Ilmu Mustholah hadits
merupakan salah satu cabang ilmu hadits yang membahas mengenai kaedah-kaedah
yang digunakan untuk mengetahui derajat hadits dan kondisi para perawinya.
Kefahaman tentang ilmu ini mutlak dimiliki oleh orang yang berkecimpung dalam
bidang hadits, karena ia menjadi langkah awal untuk membedakan hadits yang bisa
dijadikan hujjah dari hadits-hadits lemah dan palsu. Salah satu diantara
kajiannya adalah Musykil al-Hadits wa ikhtilaf dan dalam kesempatan ini kami
ingin sedikit membahas tentang kajian ilmu ini mengingat begitu pentingnya
kajian ilmu ini bagi kaum yang berkecimpung dalam bidang hadis.
B.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
pengertian Musykil dan Mukhtalif?
b. Apa contoh
Kutub Musykil Wa Mukhtalif?
c. Bagaimana
pengertian ilmu musykil wa mukhtalif?
d. Faktor apa
yang menyebabkan ikhtilaf dan bagaimana cara penyelesaiannya?
C. Tujuan
Makalah
Tujuan
dari makalah ini adalah ingin sedikit mengungkap perihal Hadis-Hadis Musykil
dan Mukhtalif baik dari aspek pengertian, kitab-kitab yang lahir dari kajian
ilmu ini yang pada akhirnya nanti dapat menambah wawasan kita mengenai ilmu
hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Musykil Wa Mukhtalif
Al-Musykil
secara bahasa berasal dari kata “Syakala”.
Ibnu Faris berkata : “kata syakala dalam kebanyakan bentuknya mengandung
arti: “al-mumasalah”(persamaan), misalnya disebutkan: “Hadza Syaklu Hadza”,
artinya: ini sama dengan ini.”. Sedangkan dalam lisan al-arab disebutkan:
“Asyakala al-amru” artinya:”masalah ini ambigu”(mempunyai lebih dari satu makna
sehingga menimbulkan ketidakjelasan dan kekaburan).[1]
Jadi, al-Musykil
dalam Bahasa Arab bermakna sesuatu yang ambigu yang mempunyai makna lebih dari
satu dan menimbulkan kekaburan dan ketidakjelasan. Kemudian kata musykil digunakan
untuk menunjukkan sesuatu yang tidak jelas, baik karena mempunyai makna ganda
ataupun sebab lain. Oleh karena itu istilah Musykil al-hadis juga
digunakan untuk menunjukkan hadis yang maknanya tidak jelas, atau menimbulkan
multi tafsir.[2]
Namun
demikian, istilah Musykil al-hadis atau ilmu musykil al-hadis
hampir tidak disebutkan sebagai salah satu cabang ilmu diroyah. Ilmu ini
disepadankan bahkan di jumbuh kan dengan Ilmu Mukhtalif al-Hadis.
Ulama terdahulu memasukkan pembahasan hadis-hadis yang musykil dalam pembahasan
mukhtalif al-hadis.[3]
Sedangkan
mukhtalif secara bahasa merupakan
bentuk isim fail dari kata ikhtilaf . Menurut Ibn Manzur, kata ikhtilaf
merupakan bentuk masdar yang merujuk pada makna lam yattafiq (tidak
serasi/tidak cocok) dan kullu ma lam yuttasa (segala sesuatu yang tidak
sama/beragam). Sedangkan menurut Lois Ma’luf, ikhtilaf mempunyai
beberapa makna, diantaranya, taarudh (bertentangan), tanawwu’
(beragam) atau ta’addud (bermacam-macam), taraddud (saling
bertolak belakang).
Dengan
melihat pengertian yang dikemukakan diatas, maka istilah ikhtilaf mengandung
dua makna pokok, yaitu taarudh
(pertentangan /kontradiksi) dan tanawwu’ (variasi).[4]
B. Kutub Musykil Wa Mukhtalif
Berikut
ini adalah beberapa kitab penting yang bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui
hadis-hadis yang musykil dan mukhtalif serta cara menjelaskan atau
mentakwilkannya. Diantaranya adalah :
1.
Kitab Ikhtilaf al-hadis karangan Imam al-Syafi’i
Merupakan
kitab yang pertama kali ditulis dalam bidang ini, yang di dalamnya beliau
menyebutkan nash-nash yang saling bertentangan secara lahir, kemudian
menghilangkan pertentangan itu baik dengan taufiqi (sinkronisasi), ataupun
menyebutkan dalil yang nasikh dan mansukh jika ada dalil yang menguatkan hal
tersebut, atau tarjih (memilih salah satu dari dua hadis yang bertentangan
berdasarkan derajat kesahihannya).
Sesuai
dengan judulnya, kitab ini hanya memuat pertentangan antara hadis-hadis dan
bukan pertentangan hadis dengan dalil yang lain. Juga hanya membahas hadis
dalam bidang fikih dan bukan bidang akidah.
2. Kitab Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits karya Ibnu
Qutaibah.
Di dalam
buku ini secara umum isinya memuat tentang hadis-hadis yang dianggap
bertentangan dengan hadis lain. Hadis-hadis yang dianggap bertentangan dengan
Al Qur’an. Hadis-hadis yang dianggap bertentangan dengan akal. Hadis-hadis yang
dianggap bertentangan dengan Ijma dan hadis-hadis yang dianggap bertentangan
dengan Qiyas.
Diantara
kritik para ulama kepada Ibnu Qutaibah adalah bahwa terkadang beliau
menyebutkan hadis dhaif tanpa menyebutkan sanadnya, kemudian berusaha
mentakwilkan kemusykilannya. Tentunya lebih baik menyebtukan kedhaifan hadis
tersebut daripada berusaha menjelaskan dan mentakwilkannya.
3. Kitab Musykil al-Atsar karya Ath-Thohawi
Merupakan kitab
terlengkap dalam bidang ini, dan mengandung banyak hadis musykil dalam berbagai
bidang seperti akidah, fikih, qiraat, akhlak dan lain-lain. Diantara kelebihan
yang lain adalah bahwa beliau menyebutkan hadis dengan sanadnya dan menjelaskan
derajatnya dan illat-illat yang mungkin terdapat di dalamnyal.
4. Kitab Kasyf al-Musykil Min hadits ash-Shohihain karya
Ibnu al-Jauzi
Kitab ini khusus membahas
hadis-hadis musykil yang ada dalam Sahih Bukhari dan Shahih Muslim, dengan
mengikuti urutan yang dibuat oleh al-Humaidi dalam bukunya Mukhtashar Ash-Shohihain. Diantara kelebihannya adalah kemampuan
beliau dalam menjelaskan kata-kata sulit (gharib
al-hadis) dan menyebutkan hukum yang terkandung dalam hadis berdasarkan
pendapat para ulama sebelum beliau, dan juga pendapat yang beliau pilih dengan
dalil-dalil yang lengkap.[5]
5. Kitab Musykil
al- Hadis wa Bayanuhu karangan Ibn Faurak al-Ansari al-Asbahani
asy-Syafi’i.
C. Pengertian Ilmu Muktalif al-Hadîs wa
Musyakilihi
Ilmu Mukhtaliful Hadits adalah
ilmu yang membahas hadits- hadits yang menurut lahirnya saling berlawanan,
untuk menghilangkan perlawanan itu atau mengkompromikan keduanya sebagaimana
halnya membahas hadits- hadits yang sukar difahami atau diambil isinya, untuk
menghilangkan kesukarannya dan menjelaskan hakiktnya.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib
mendefiniskan Ilmu Mukhtalîf al-Hadîs wa
Musyakilihi sebagai:
الْعِلْمُ الَّذِيْ يَبْحَثُ فِى اْلأَحَادِيْثِ الَّتِيْ ظَاهِرُهَا
مُتَعَارِضٌ فَيُزِيْلُ تَعَارُضَهَا أَوْ يُوَفِّقُ بَيْنَهَا كَمَا يَبْحَثُ فِى
اْلأَحَادِيْثِ الَّتِيْ يَشْكُلُ فَهْمُهَا أَوْ تَصَوُّرُهَا فَيَدْفَعُ أَشْكَالَهَا
وَيُوَضِّحُ حَقِيْقَتَهَا
“Ilmu yang membahas
hadis-hadis yang tampaknya saling bertentangan, lalu menghilangkan pertentangan
itu, atau mengkompromikannya, di samping membahas hadis yang sulit dipahami
atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya”.
Sasaran ilmu ini mengarah pada hadits-
hadits yang saling berlawanan untuk dikompromikan kandungannya dengan jalan
membatasi (Taqyid) kemutlakannya dan seterusnya. Atau yang dalam kitab Manhalul Lathief biasa disebut Ahadist Allati mutadhodan fil ma’na bihasabi
al dhohiri. Ilmu ini tidak akan muncul kecuali dari orang yang menguasai
hadits dan fiqih. Disebutkan bahwa Imam Syafi`i (w. 204 H) adalah ulama yang
mempelopori munculnya disiplin ilmu mukhtalaf al-hadis. Hal ini terlihat dalam
karya besarnya “al-Umm”, meskipun
beliau tidak secara khusus mengarang kitab mukhtalaf al-hadis tetapi didalam
kitab al-Umm beliau mencantumkan pembahasan khusus tentang mukhtalaf al-hadis.
Dr. Abu al-Layth mendefinisikan hadis musykil sebagai hadis maqbul (sahih dan
hasan) yang tersembunyi maksudnya kerana adanya sebab dan hanya diketahui
setelah merenung maknanya atau dengan adanya dalil yang lain. Dinamakan musykil
kerana maknanya yang tidak jelas dan sukar difahami oleh orang yang bukan
ahlinya.
Dari sini dapat dipahami, bahwa ilmu mukhtaliful hadis dan musykilatul hadis adalah sejenis ilmu
yang memperbincangkan tentang bagaimana memahami hadis yang secara lahir
bertentangan dengan menghilangkan pertentangan itu dan mencocokkannya. Seperti
halnya pembicaraan tentang hadis yang sulit dipahami dan digambarkan. Dan hal
ini akan mengungkap kesulitan itu dan menjelaskan substansinya.
D. Faktor penyebab Terjadinya Ikhtilaf dan Cara Penyelesaiannya.
1. Faktor Internal Hadist
(Al ‘Amil Al Dakhily)
Yaitu berkaitan dengan internal dari redaksi
hadist tersebut. Biasanya terdapat ‘illat
(cacat) didalam hadist tersebut yang nantinya kedudukan hadist tersebut
menjadi Dha’if. Dan secara otomatis
hadist tersebut ditolak ketika hadist tersebut berlawanan dengan hadist shohih.
Contohnya hadis : “man gassala maytan falyagtasil wa man hamalahu
falyatawadda’”(barangsiapa yang memandikan jenazah, hendaknya ia mandi dan
barangsiapa yang membawanya, hendaknya ia berwudhu ). Hadis ini terkesan
bertentangan dengan hadis : “Inna al-mu’mina la yanjisu”(sesungguhya
orang mukmin itu tidak najis)
2. Faktor Eksternal (al’ Amil al Kharijy)
Yaitu faktor yang disebabkan oleh konteks
penyampaian dari Nabi, kepada siapa beliau bernicara, waktu, dan tempat dimana
Nabi menyampaikan hadistnya. Biasanya pertentangan hadis-hadis tersebut bukan
dalam kategori ta’arud al-hadis,tapi masuk dalam kategori tanawwu’
al-hadis dan hadis-hadis mukhtalif seperti ini masih bisa
dikompromikan dan diletakkan sesuai dengan konteks masing-masing, sehingga
keduanya bisa diamalkan.
Waktu dan tempat (geografis) dimana Nabi
Muhammad SAW menyampaikan hadis termasuk dalam faktor eksternal terjadinya
hadis-hadis mukhtalif, contohnya hadis tentang amalan apa yang paling utama: (ayyu
al-a’mal afdal?) pada satu kesempatan beliau menjawab “as-salah ‘ala
waqtiha ”, “birr al-walidain” dan “al-jihad fi sabilillah”
dan pada kesempatan lain beliau menjawab “al-iman billah wa rasulih,
al-jihad dan haji mabrur”.
[6]3. Faktor Metodologi (al Budu’
al Manhajy)
Yakni berkitan dengan cara bagaimana cara
dan proses seseorang memahami hadist tersebut. Ada sebagian dari hadist yang
dipahami secara tekstualis dan belum secara kontekstual yaitu dengan kadar
keilmuan dan kecenderungan yang dimiliki oleh seorang yang memahami hadist,
sehingga memunculkn hadist-hadist yang mukhtalif. Ada sebagian hadis dianggap
bertentangan dengan hadis lain atau dengan akal(ilmu pengetahuan), karena hadis
tersebut dipahami secara tekstual. , apabila hadis tersebut difahami secara
kontekstual dengan menggunakan menggunakan metode ta’wil (hermeneutis)
kesn pertentangan tersebut akan hilang.
4. Faktor Ideologi (al-bu’du al-mazhabi)
Yakni berkaitan dengan ideology suatu
madzhab dalam memahami suatu hadist, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan
dengan berbagai aliran yang sedang berkembang. Solusi terhadap hadis yang
bertentangan yang disebabkan oleh faktor ideology ini ialah bagaimana
“mengurung diri” dari prejudice-prejudice ideology, kemudian
mengumpulkan hadis-hadis tersebut secara tematik, dianalisis secara kritis,
sehingga akan menghasilkan kesimpulan yang relatif lebih objektif dan
interobjektif.
Dengan adanya faktor-faktor tersebut ada
beberapa metodeUntuk menyelesaikan hadis-hadis yang terkesan kontradiktif,
diantaranya adalah:
1.
Metode al-Jam’u Wa al-Taufiq
Metode ini dinilai lebih baik daripada
melakukan tarjih ( mengumpulkan salah
satu dari dua hadits yang tampak bertentangan ). Metode al-jam’u wa al-taufiq
ini tidak berlaku bagi hadis – hadis dlaif ( lemah ) yang bertentangan dengan
hadis – hadis yang shahih.
Contoh aplikasi dari metode al-jam’u wa
taufiq adalah hadis tentang cara wudlu Rasulullah Saw. Hadis pertama menyatakan
bahwa Rasulullah Saw.berwudhu membasuh wajah dan kedua tangannya, serta
mengusap kepala satu kali, sebagaimana tampak dalam hadits berikut ini:
حدثنا الربيع قال : اخبرنا الشافعي ,
قال : اخبرنا عبد العزيز بن محمد , عن زيد بن اسلم , عن عطاء بن يسار, عن ابن
عباس, ان رسول الله ص م وضأ وجهه و يديه , و مسح برأسه مرة مرة.
Artinya:
Rabbi’ telah bercerita kepada kami, dia berkata: imam Al-Syafi’i
memberi kabar kepada kami, Ia berkata: Abdul Azizi ibn Muhammad telah memberi
kabar kepada kami dari Zaid ibnu Aslam dari Atho ibn Yasar dari ibnu Abbas
bahwa Rasulullah SAW berwudhu membasuh wajah dan kedua tangannya, serta
mengusap kepala satu kali-satu kali. H.R. Al-Syafi’i
Sementara dalam riwayat lain dinyatakan
bahwa Nabi Saw berwudhu dengan membasuh wajah dan kedua tangannya, serta
mengusap kepala tiga kali, sebagaimana terlihat dalam hadits berikut ini:
اخبرنا الشافعي , قال : اخبرنا سفيان
بن عيينه , عن هشام بن عروة عن ابيه, عن حمران مولى عثمان بن عفان, ان النبي ص م
توضأ ثلاثا ثلاثا .
Artinya:
Imam Al-Syafi’i telah memberi kabar kepada kami, dia berkata Sufyan
ibnu ‘Uyainah telah memberi kabar kepada kami, dari Hisyam bin Urwah dari
ayahnya, dari Hamran maulana “Utsman ibnu ‘Affan bahwa Nabi Saw berwudhu dengan
mengulangi tiga kali(dalam membasuh dan mengusap). (HR Al-Syafi’i).
Kedua Riwayat tersebut tampak bertentangan
namun keduanya sama-sama sahih dan akhirnya diselesaikan dengan metode al Jam’u
wa Al Taufiq dengan komentar imam Syafi’I dalam kitab Ikhtilaful Hadist :
قال الشافعي : ولا يقال لشيء من هذه
الاحاديث : مختلف مطلقا ولكن يقال: اقل ما يجزي من الوضوء مرة, واكمل ما يكو ن من
الوضؤ ثلاثا.
Dengan terjemahan bebasnya adalah Imam Syafi’I berkata : “
hadist-hadist itu tidak bisa dikatakan sebagai hadist yang benar – benar
kontradiktif. Akan tetapi bisa dikatakan bahwa berwudhu dengan membasuh wajah
dan kedua tangannya, serta mengusap kepala satu kali, sudah mencukupi,
sedangkan yang lebih sempurna dalam berwudhu adalah mengulanginya tiga kali
(dalam hal membasuh wajah dan mengusap Tangan serta mengusap kepala).
2. Metode
Tarjih
Metode ini dilakukan setelah upaya kompromi
tidak memungkinkan lagi. Maka seorang peneliti perlu memilih dan mengunggulkan
mana diantara Hadits-hadits yang tampak bertentangan yang kualitasnya lebih
baik. Sehingga hadits yang lebih berkualitas itulah yang dijadikan dalil.
Harus diakui bahwa ada beberapa matan Hadits
yang saling bertentangan. Bahkan ada juga yang benar-benar bertentangan dengan
Al-Quran. Antara lain adalah Hadits tentang nasib bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup akan berada di neraka. Sebagai contoh adalah Hadits berkut ini:
الوائدة والموؤودة في النار
Artinya:
Perempuan yang mengubur bayi hidup-hidup dan bayinya akan masuk
neraka. (HR Abu Dawud)
Hadist tersebut diriwayatkan oleh imam Abu
Dawud dari Ibnu Mas’ud dan Ibn Abi Hatim. Konteks munculnya hadist tersebut
(Sabab Wurudnya) adalah bahwa Salamah Ibn Yazid al Ju’fi pergi bersama
saudaranya menghadap Rasulullah SAW. Seraya bertanya : “ wahai Rasul
sesungguhnya saya percaya Malikah itu dulu orang yang suka menyambung
silaturrahmi, memuliakan tamu, tapi ia meninggal dalam keadaan Jahiliyah.
Apakah amal kebaikannya itu bermanfaat baginya? Nabi menjawab : tidak. Kami
berkata : dulu ia pernah mengubur saudaranya perempuanku hidup-hidup di zaman
Jaihliyah. Apakah amal akan kebaikannya bermanfaat baginya? Nabi menjawab :
orang yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup dan anak yang dikuburnya
berada dineraka, kecuali jika perempuan yang menguburnya itu masuk Islam, lalu
Allah memaafkannya. Demikian hadist yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Al
Nasa’i, dan dinilai sebagai hadis hasan secara sanad oleh imam Ibnu Katsir.
Hadist tersebut dinilai Musykil dari sisi
matan dan Mukhtalif dengan Al Quran surat al Takwir :
Artinya ; dan apabila bayi – bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup
ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.
Kalau seorang perempuan yang mengubur bayinya itu masuk neraka dapat
dikatakan logis, tetapi ketika sang bayi yang tidak tahu apa-apa itu juga masuk
neraka, masih perlu adanya tinjauan ulang. Maka dari itu, hadist tersebut harus
ditolak meskipun sanadnya Hasan, dan juga karena adanya pertentangan dengan
hadist lain yang lebih kuat nilainya, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Nabi
pernah ditanya oleh paman Khansa’, anak perempuan al Sharimiyyah, : Ya Rasul,
siapa yang akan masuk surga? Beliau menjawab: Nabi Muhammad SAW akan masuk
surga, orang yang mati Syahid juga akan masuk surga, anak kecil juga akan masuk
surga, anak perempuan yang dikubur hidup-hidup juga akan masuk surga. (HR.
Ahmad.)
3. Metode
Nasikh Mansukh
Jika ternyata hadis tersebut tidak mungkin
ditarjih, maka para ulama menempuh metode naskh-mansukh ( pembatalan ). Maka
akan dicari makna hadis yang lebih datang dulu dan makna hadis yang datang
belakangan. Otomatis yang datang lebih awal dinaskh dengan yang datang
belakangan.
Secara bahasa naskh bisa berarti menghilangkan ( al – izalah ), bisa pula berarti al- naql ( memindahkan ). Sedangkan
secara istilah naskh berarti penghapusan yang dilakukan oleh syari’ ( pembuat
syariat; yakni Allah dan Rasulullah ) terhadap ketentuan hukum syariat yang
datang lebih dahulu dengan dalil syar’i yang datang belakangan. Dengan definisi
tersebut, berarti bahwa hadits-hadits yang sifatya hanya sebagai penjelasnya (
bayan ) dari hadits yang bersifat global atau hadits-hadits yang memberikan
ketentuan khusus ( takhsish ) dari hal-hal yang sifatnya umum, tidak dapat dikatakan
sebagai hadits nasikh ( yang menghapus ).
4. Metode Ta’wil.
Metode ini bisa menjadi
salah satu alternatif baru dalam menyelesaikan hadis-hadis yang bertentangan.
Sebagai contoh hadis tentang lalat. Hadis tersebut dinilai kontradiktif dengan
akal dan teori kesehatan. Sebab lalat merupakan serangga yang sangat berbahaya
dan bisa menyebarkan penyakit. Lalu bagaimana mungkin Nabi Saw. Menyuruh supaya
menenggelamkan lalat yang hinggap diminuman? Demikian kurang lebih keraguan dan
penolakan Taufik Sidqi terhadap kebenaran hadis tentang lalat sebagaimana
dikutip G.H.A. Juynboll. Hadis tersebut :
حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ مُسْلِمٍ
قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ
لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً
Artinya:
Khalid Ibn Makhlad bercerita kepada kami, Sulaiman ibn Bilal
bercerita kepada kami, dia berkata: Uthbah ibn Muslim telah bercerita kepadaku,
dia berkata, Ubaidah ibn Hunain berkata: saya mendengar Abu Hurairah berkata:
Rasulullah Saw. Bersabda: apabila ada lalat jatuh dalam minuman salah seorang
kalian, maka hendaklah ia membenamkannya sekalian, lalau buanglah lalat
tersebut. Sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat penyakit, sedang pada
sayap yang lain terdapat penawar (obat). (HR Al-Bukhori).
Selintas hadist tersebut memang tidak masuk
akal dan kontradiksi dengan teori kesehatan. Namun ternyata penelitian dari
sejumlah peneliti Muslim di Mesir dan Saudi Arabia terhadap masalah ini, justru
membuktikan lain. Mereka membuat minuman yang dimasukkan kedalam beberapa
bejana yang terdiri dari air, madu dan juice, kemudian dibiarkan terbuka agar
dimasuki lalat. Setelah lalat masuk kedalam beberapa minuman tersebut, mereka
melakukan komparasi penelitian, antara minuman yang kedalamnya dibenamkan lalat
dan tidak dibenamkan. Ternyata melalui pengamatan mikroskop diperoleh hasil
bahwa minuman yang dihinggapi lalat dan yang tidak dibenamkan dipenuhi dengan
banyak kuman dan mikroba, sementara minuman yang dihinggapi lalat dan lalat
tersebut dibenamkan justru tidak dijumpai sedikitpun kuman dan mikroba. Ini
adalah sebuah penelitian ilmiah dan semakin membuktikan kebenaran hadist
tersebut secara ilmiah, meskipun pada awalnya dari dhohir hadist kelihatan
mempunyai pertentangan dengan ilmu kesehatan[7].
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari makalah ini adalah pada
dasarnya tidak ada hadis Nabi yang saling kontradiktif, yang ada hanyalah kesan
yang berbeda, entah berbeda dengan hadis yang lain, dengan al-Qur’an atau
berbeda dengan akal. Dengan perbedaan itulah muncul kajian ilmu mukhtalif wa
musykiluhu sebagai salah satu kajian ilmu yang menjelaskan hadis-hadis yang
terkesan kontradiktif serta menjelaskan metode-metode yang tepat untuk
menangani hal tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Salamah Noorhidayati M.Ag. Ilmu mukhtalif al-hadis. (Tulungagug :
STAIN Tulungagung Press,2013)
[1] Salamah Noorhidayati M.Ag. Ilmu mukhtalif al-hadis. (Tulungagug :
STAIN Tulungagung Press,2013) hal 49
[5] https://duniacemoro.wordpress.com/2013/09/12/kitab-hadis-musykil-dan-mukhtalif/
diakses pada tanggal 4 desember 2015 jam 21.00.
[6] Salamah
Noorhidayati M.Ag. Ilmu mukhtalif
al-hadis. (Tulungagug : STAIN Tulungagung Press,2013) hal 44-46
[7] https://duniacemoro.wordpress.com/2013/09/12/kitab-hadis-musykil-dan-mukhtalif/
diakses pada tanggal 4 desember 2015 jam 21.00.
Komentar
Posting Komentar